Pelangi
Cerpen Karangan: Cindi Risma Wati
Kategori: Cerpen Cinta, Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 17 September 2016
‘Jangan kembali, jika untuk pergi lagi’
“Cha, ada kabar menarik!” Teriak Debby tepat di telingaku.
“Aduuuh, apaan sih Deb. Lama lama aku pergi ke THT nih.” Gerutuku sambil memegangi telinga yang berdenging akibat teriakan Debby.
“Aduuh, sorry Cha. Aku nggak sengaja. By the way, aku punya kabar seru lho.” Ucap Debby antusias.
“Kabar apaan? Heboh amat sih.” Ucapku agak sewot.
“Ada murid baru Cha. Katanya sih cowok. Pindahan luar negeri gitu. Katanya juga keren. Dan katanya lagi dia masuk kelas kita.” Debby menerangkan dengan perasaan menggebu gebu.
“Katanya katanya terus. Nyatanya mana?” Ucapku masih sewot.
“Aduuh, udah dong Cha, jangan marah terus. Aku kan udah minta maaf.” Ucap Debby dengan wajah memelas.
Kriiiiinng…
Bel masuk berdering. Aku sangat bersyukur karena aku bisa terbebas dari celotehan Debby tentang si anak baru yang katanya pindahan dari luar negeri itu.
“Selamat pagi anak-anak.” Sapa Pak Danu pada penghuni kelas XII IPA 1.
“Pagi paaak.” Jawab serempak anak-anak yang ada di dalam kelas tersebut.
“Hari ini bapak punya kabar baik.” Ucap Pak Danu dengan wajah sumringah. Sontak hal tersebut mencipta kasak kusuk di dalam kelas. “hari ini, kalian akan mendapatkan teman baru di kelas ini.” Lanjut Pak Danu.
“Tuuhh kan Cha, apa aku bilang. Ini baru faktanya bukan katanya lagi.” Ucap Debby sambil menyenggol lenganku.
“Ayo silahkan masuk dan perkenalan dirimu.” Pak Danu menginterupsi seseorang yang ada di balik pintu untuk masuk ke dalam kelas.
“Hallo. Perkenalan my name Revan Prasetya. You can call me Revan. Aku pindahan dari salah satu SMA di aussie.” Ucap seorang cowok jangkung dengan gaya yang menurutku sok inggris padahal wajahnya sama sekali nggak ada keturunan bulenya. Tapi, aku sepertinya mengenali wajah itu. Menurutku wajah itu sangat familiar di ingatanku. Tiba-tiba, aku merasa sangat mulas.
“Pak, boleh saya pergi ke UKS. Tiba-tiba saya merasa tidak enak badan.” Ucapku meminta izin.
“Silahkan. Debby, temani Chaca ya?” Ucap Pak Danu mempersilakan.
“Baik pak.” Ucap Debby sambil tersenyum.
Cha, kamu sakit apa? Tumben izin ke UKS. Padahal biasanya juga nggak pernah.” Ucap Debby ketika sudah sampai di ruang UKS.
“Cuma agak pusing kok. Bentar lagi juga sembuh.” Ucapku berbohong, padahal sebenarnya aku hanya ingin menghindar dari anak baru itu. Aku tahu betul, kalau itu Revan 10 tahun yang lalu. Revan yang pergi tiba-tiba dengan segudang janjinya yang terabaikan. Revan yang pergi tanpa alasan. Revan yang meninggalkanku tanpa kata selamat tinggal. Aku masih bisa mengingat wajahnya dengan baik. Matanya yang tajam setajam mata elang dengan warna coklat terang, tak ada yang mampu menyamai keindahannya. Kini dia kembali lagi, entah dengan tujuan apa. Aku tak ingin lagi berurusan dengannya.
“Wooyy, kok melamun sih!” Debby mengibas ibaskan tangannya di depan wajahku.
“Eehh, enggak kok. Cuman lagi mikir aja.” Kilahku sekali lagi.
Pagi itu dengan langkah gontai, aku menuju ruang kelasku. Suasananya masih sepi. Hanya beberapa anak saja yang baru datang termasuk Revan.
“Hay, Selamat pagi.” Sapanya ketika aku sudah duduk di tempat dudukku.
“Pagi.” Jawabku dengan enggan.
“Namaku Revan. Kalau boleh tahu siapa namamu? Hanya kamu yang belum kuketahui namanya di kelas ini.” Ucap Revan memperkenalkan diri dengan gayanya yang sok manis.
“Namaku Chaca.” jawabku seadanya.
“Nama yang imut. Kayak orangnya.” Revan berusaha menggodaku. “Ehh, nama kamu Chaca? Kalau boleh tahu Chaca siapa ya?” Lanjut Revan dengan raut muka serius.
“Chaca Pradipta. Emang kenapa?” Tanyaku dengan wajah pura pura heran, karena aku tahu dia mengenali namaku. Sangat sangat mengenali.
“Chaca Pradipta? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu. Tapi dimana yaa?!” Revan mengerutkan keningnya, tanda dia sedang berfikir keras. “Tunggu, jangan bilang kamu Chaca anak Om Ridwan! ” Ucap Revan dengan terkejut.
Kriiiiiiing…
Lagi lagi bel masuk menyelamatkanku dari rentetan pertanyaan yang akan dilontarkan oleh Revan.
“Ciieee, yang habis ngobrol sama murid baru! Ada yang bakal jadian nih.” Ucap Debby sambil tersenyum misterius.
“Apa apaan sih kamu. Siapa juga yang mau jadian.” Ucapku sewot.
“Kamu lah siapa lagi. Omong omong, tadi ngobrolin apa aja?” Tanya Debby penasaran.
“Obrolan biasa kok. Udah diem. Tuh, gurunya udah dateng.”
“Kamu berhutang satu cerita sama aku.” Ucap Debby. Setelah itu pandangannya beralih ke depan karena Bu Dira, guru yang terkenal killer sudah mulai menggajar.
—
“Chaca tunggu!” teriak seseorang di belakangku. Tanpa menoleh pun, aku sudah tahu itu suara siapa. “Aku perlu ngomong sama kamu. Berdua.” Ucap Revan ketika sudah berada di hadapanku sambil menatap Debby.
“Emm, kayaknya kalian butuh privasi. Aku pulang dulu ya?” Ucap Debby seperti mengerti maksud dari ucapan Revan.
“Kamu mau ngomong apa?” Tanyaku to the point.
“Kamu belum jawab pertanyaanku tadi.”
“Pertanyaan yang mana?” Jawabku bingung.
“Kamu anak Om Ridwan kan?” Tanya Revan sekali lagi.
“Nggak penting aku anak siapa. Kamu mau ngomongin apa sebenarnya?” jawabku ketus.
“Jawab aku Cha.” Revan masih ngotot untuk tahu.
“Kalau aku anak Pak Ridwan memangnya kenapa?” Tanyaku sinis.
“Berarti kamu memang Chaca 10 tahun yang lalu. Chaca yang selalu ada buat dengerin mimpi mimpiku. Chaca yang selalu tersenyum manis meskipun dalam keadaan terpuruk sekalipun. Chaca yang selalu menemani senjaku.” Revan mulai memutar memori itu lagi.
“Ralat. Chaca yang selalu ngedengerin omong kosongmu. Chaca yang pura pura senyum, bukan selalu tersenyum. Dan Chaca yang sangat bodoh karena pernah nemenin pembohong kayak kamu buat nunggu senja.” Ucapku dengan berapi api.
“Pembohong? Maksud kamu siapa?” Tanya Revan bingung.
“Kamu masih tanya siapa? Orang itu kamu. Orang yang janji buat nggak ninggalin aku meskipun waktu nggak akan berhenti. Orang yang janji buat jagain aku terus. Orang yang janji ngajak keliling dunia hanya buat liat sunset. Kamu masih tanya siapa orangnya.” Aku mulai menitikkan airmata. Kenangan itu begitu pahit untuk kuputar.
Saat itu aku masih berusia 7 tahun dan orangtuaku sudah berpisah. Aku tak memilih untuk tinggal bersama salah satu di antara mereka. Aku memutuskan untuk tinggal bersama nenekku. Dan saat itu juga, untuk pertama kalinya aku mengenal Revan. Orang yang selalu menghiburku, menjagaku, menemaniku menatap senja, dan orang yang selalu menggenggam erat tanganku seolah olah mengatakan bahwa semua akan baik baik saja. Tapi itu dulu. Sekarang semua berbeda. Dia meninggalkanku. Dia pergi bersama janji dan segala omong kosongnya tanpa kutahu dia pergi kemana.
“Aku tak pernah membohongimu. Aku juga tidak mengingkari janjiku, aku hanya belum menepatinya.” Ucap Revan tenang.
“Tapi kamu pergi Revan. Kamu ninggalin aku sendiri. Apa itu yang kamu maksud menepati janji? Kamu juga tak mengucapkan selamat tinggal padaku saat pergi.”
“Aku mau ngucapin. Tapi, aku buru buru waktu itu, jadi aku tak sempat menemuimu untuk mengucapkan selamat tinggal. Dan asal kamu tahu, setelah satu tahun aku pergi, aku balik lagi buat nyari kamu. Tapi kamu udah pindah. Aku hampir frustasi waktu itu.” Ucap Revan dengan nada seperti orang yang putus asa.
“Omong kosong.” Aku lalu melangkah pergi, tapi belum lima langkah tanganku sudah dicekal oleh Revan.
“Aku minta maaf. Aku tahu aku salah. Aku pernah ninggalin kamu. Maafin aku. Aku janji nggak bakal ninggalin kamu lagi. Kamu boleh bunuh aku kalau aku ingkarin janji aku lagi.” Ucap Revan sungguh sungguh sambil menatap mataku. “Maafin aku Cha.” ucapnya lirih.
“Kamu bisa pegang janji kamu?” Ucapku dengan balik menatapnya.
“Aku janji.” Ucap Revan mantap.
“Aku maafin kamu.” Jawabku sambil tersenyum. Tanpa diduga, Revan langsung memelukku dengan erat.
“Kamu jangan seperti pelangi. Hadir untuk pergi lagi. Tapi seperti Bintang, meskipun kadang tak terlihat tapi selalu ada, nggak pernah pergi.” Bisikku pada Revan.
“Aku nggak akan pergi kayak pelangi. Aku akan selalu ada kayak Bintang buat nemenin kamu.”
TAMAT
Cerpen Karangan: Cindi Risma Wati
Facebook: Cindy Risma
Namaku Cindi Risma Wati, tapi temen temenku biasa panggil aku cheche.
Saat ini aku mau masuk sma.
Cerpen Pelangi merupakan cerita pendek karangan Cindi Risma Wati, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya
Tidak ada komentar